Halo Assalamu'alaykum

Sabtu, 17 Maret 2012

PROPOSISI, EVIDENSI, DAN KONKLUSI

Assalamu’allaikum Warahmatullahi Wabarkatuh
Setelah saya membahas tuntas mengenai penalaran mulai dari pengertian, macam-macam penalaran, dan juga contohnya, selanjutnya saya akan membahas kata-kata sulit yang berhubungan dengan penalaran. Kata-kata tersebut adalah proposisi, evidensi, dan konklusi. Kata-kata tersebut akan saya jelaskan maknanya agar kita bisa memahami lebih lanjut.
A. PROPOSISI

Proposisi adalah pernyataan tentang hubungan yang terdapat di antara subjek dan predikat. Dengan kata lain, proposisi adalah pernyataan yang lengkap dalam bentuk subjek-predikat atau term-term yang membentuk kalimat.

Yang termasuk proposisi:
a. kalimat berita yang netral

Yang bukan termasuk proposisi:
a. kalimat tanya
b. kalimat perintah
c. kalimat harapan
d. kalimat inversi
Tetapi kalimat-kalimat itu dapat dijadikan proposisi apabila diubah bentuknya menjadi kalimat berita yang netral.

*JENIS-JENIS PROPOSISI*
Proposisi dapat dipandang dari 4 kriteria, yaitu berdasarkan :
1. Berdasarkan bentuk
2. Berdasarkan sifat
3. Berdasarkan kualitas
4. Berdasarkan kuantitas

Berdasarkan bentuk, proposisi dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

a) Tunggal adalah proposisi yang terdiri dari satu subjek dan satu predikat atau hanya mengandung satu pernyataan.

Contoh :
• Semua dokter harus menyembuhkan pasien.
• Setiap pemuda adalah calon pemimpin.

b) Majemuk atau jamak adalah proposisi yang terdiri dari satu subjek dan lebih dari satu predikat.

Contoh :
• Semua dokter harus menyembuhkan pasiennya dan bersikap ramah.
• Kakak bernyanyi dan menari.

Berdasarkan sifat, proporsis dapat dibagi ke dalam 2 jenis, yaitu:

a) Kategorial adalah proposisi yang hubungan antara subjek dan predikatnya tidak membutuhkan / memerlukan syarat apapun.
Contoh:
• Semua meja di ruangan ini pasti berwarna coklat.
• Semua daun pasti berwarna hijau.

b) Kondisional adalah proposisi yang membutuhkan syarat tertentu di dalam hubungan subjek dan predikatnya. Proposisi dapat dibedakan ke dalam 2 jenis, yaitu: proposisi kondisional hipotesis dan disjungtif.
Contoh proposisi kondisional:
• jika hari mendung maka akan turun hujan
Contoh proposisi kondisional hipotesis:
• Jika harga BBM turun maka rakyat akan bergembira.
Contoh proposisi kondisional disjungtif:
• Christiano ronaldo pemain bola atau bintang iklan.

Berdasarkan kualitas, proposisi juga dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:

a) Positif(afirmatif) adalah proposisi yang membenarkan adanya persesuaian hubungan antar subjek dan predikat.
Contoh:
• Semua dokter adalah orang pintar.
• Sebagian manusia adalah bersifat sosial.

b) Negatif adalah proposisi yang menyatakan bahawa antara subjek dan predikat tidak mempunyai hubungan.
Contoh:
• Semua harimau bukanlah singa.
• Tidak ada seorang lelaki pun yang mengenakan rok.

Berdasarkan kuantitas., proposisi dapat dibedakan ke dalam 2 jenis, yaitu:
a) Umum adalah predikat proposisi membenarkan atau mengingkari seluruh subjek.
Contoh:
• Semua gajah bukanlah kera.
• Tidak seekor gajah pun adalah kera.
b) Khusus adalah predikat proposisi hanya membenarkan atau mengingkari sebagian subjeknya.
Contoh:
• Sebagian mahasiswa gemar olahraga.
• Tidak semua mahasiswa pandai bernyanyi.


B. EVIDENSI
Evidensi adalah semua fakta yang ada, yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan adanya sesuatu. Evidensi merupakan hasil pengukuan dan pengamatan fisik yang digunakan untuk memahami suatau fenomena. Evidensi sering juga disebut bukti empiris.

C. KONKLUSI

Penarikan konklusi atau inferensi ialah proses mendapatkan suatu proposisi yang ditarik dari satu atau lebih proposisi, sedangkan proposisi yang diperoleh harus dibenarkan oleh proposisi (proposisi) tempat menariknya. Proposisi yang diperoleh itu disebut konklusi. Penarikan suatu konklusi dilakukan atas lebih dari satu proposisi dan jika dinyatakan dalam bahasa disebut argumen. Proposisi yang digunakan untuk menarik proposisi baru disebut premis sedangkan proposisi yang ditarik dari premis disebut konklusi atau inferensi.

Penarikan konklusi ini dilakukan denga dua cara yaitu induktif dan deduktif. Pada induktif, konklusi harus lebih umum dari premis (premisnya), sedangkan pada deduktif, konklusi tidak mungkin lebih umum sifatnya dari premis (premisnya). Atau dengan pengertian yang popular, penarikan konklusi yang induktif merupakan hasil berfikir dari soal-soal yang khusus membawanya kepada kesimpulan-kesimpulan yang umum. Sebaliknya, penarikan konklusi yang deduktif yaitu hasil proses berfikir dari soal-soal yang umum kepada kesimpulan-kesimpulan yang khusus.

Penarikan suatu konklusi deduktif dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penarikan konklusi secara langsung dilakukan jika premisnya hanya satu buah. Konklusi langsung ini sifatnya menerangkan arti proposisi itu. Karena sifatnya deduktif, konklusi yang dihasilkannya tidak dapat lebih umum sifatnya dari premisnya. Penarikan konklusi secara tidak langsung terjadi jika proposisi atau premisnya lebih dari satu. Jika konklusi itu ditarik dari dua proposisi yang diletakan sekaligus, maka bentuknya disebut silogisme,

Macam Penarikan Konklusi secara Langsung

Mehra dan Burhan memaparkan cara penarikan konklusi secara langsung dapat dibedakan atas: (1) conversi; (2) obversi; (3) kontraposisi; (4) inversi; dan (5) oposisi. Selanjutnya berikut paparannya.
1) Conversi
Conversi merupakan sejenis penarikan konklusi secara langsung yang terjadi transposisi antara S dengan P proposisi tersebut. Proposisi yang diberikan disebut convertend dan konklusi yang diambil dari proposisi yang diberikan disebut converse.
Konklusi yang dipeoleh dengan cara conversi yang harus mengikuti prinsip-prinsip:
(1) S converted menjadi P converse;
(2) P converted menjadi S converse;
(3) Kualitas converse sama dengan kualitas converted; dan
(4) Term yang tak tersebar dalam converted, tidak dapat pula tersebar dalam converse.

Penggunaan prinsip conversi ini pada keempat jenis proposisi dapat dilihat pada uraian tersebut.
a) Conversi “A” : Conversi “A” memberikan “I”
Menurut ketentuan, conversi “A” haruslah afirmatif, maksudnya harus salah satu “A” atau “I”. Conversi “A” tidak mungkin “A” lagi, sebab jika itu terjadi, S conversi yang merupakan P converse akan tersebar dalam convertend tidak dapat pula tersebar dalam concerse. Jadi, jelaslah bahwa converse “A” haruslah “I”
Convertend : Semua S adalah P
Convese : Sebagian P adalah S
Contoh: Semua mahasiswa adalah tamatan SLTA
Sebagian tamatan SLTA adalah mahasiswa.

b) Conversi “E” : Conversi “E” adalah “E” pula
Proposisi “E” adalah negatif. Oleh karena itu, conversenya harus negatif juga. Jika kita menarik proposisi “E” dari proposisi “E” dengan cara conversi, maka tidak akan terjadi pelanggaran penyebaran term. S maupun P dalam converted tersebar, oleh karena itu dapat pula tersebar dalam converse.
Convertend : Tak satu pun S adalah P
Converse : Tak satu pun P adalah P
Contoh: Tak seorang manusia pun adalah kera
Tak seekor kera pun adalah manusia

c) Conversi “I” : Conversi “I” adalah “I” pula
Proposisi “I” adalah afirmatif, oleh karena itu conversenya tidak mungkin “A” karena S dalam proposisi “A” tersebar. Jadi, jika kita menarik proposisi “A” dari proposisi “I” dengan konversi, akan terjadi pelanggaran terhadap prinsip keempat. Itulah sebabnya conversi “I” akan menghasilkan “I” pula.
Convertend : Sebagian S adalah P
Converse : Sebagian P adalah S

d) Conversi “O” : Conversi tidak dapat dilakukan pada proposisi “O”
Karena proposisi “O” negative, maka conversenya harus negative pula. S pada proposisi “O” tidak tersebar. Jika proposisi “O” diconversikan, maka S akan menjadi P converse, dengan demikian akan tersebar oleh karena conversenya negatif.
Berdasarkan paparan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa dengan conversi maka: (1) “A” menjadi “I”; (2) “E” menjadi “E”; (3) “I” menjadi “I”; dan (4) “O” tidak dapat diconversikan.

2) Obversi
Obversi merupakan sejenis penarikan konklusi secara langsung yang menyebabkan terjadinya perubahan kualitas sedangkan artinya tetap sama. Dengan perkataan lain, obversi memberikan persamaan dalam bentuk negatif bagi proposisi afirmatif atau persamaan dalam bentuk afirmatif bagi proposisi negatif.
Prinsip-prinsip obversi:
(1) S obverted sama dengan S obverse.
(2) P obverse adalah kontradiktori P obvertend.
(3) Kualitas obverse kebalikan dari kualitas obvertend
(4) Kuantitas obverse sama dengan kuantitas obvertend.
a) Obversi “A” : Obversi “A” adalah “A”
Obvertend : Semua S adalah P
Obverse : Tidak satu pun S adalah tidak P
Contoh: Semua manusia adalah berakal
Tidak seorang pun manusia adalah tidak berakal.

b) Obversi “E” : Obversi “E” adalah “A”
Obvertend : Tidak satu pun S adalah P
Obverse : Semua S adalah P
Contoh: Tidak seorang pun manusia adalah monyet
Semua monyet adalah tidak manusia

c) Obversi “I” : Obversi “I” adalah “O”
Obvertend : Sebagian S adalah P
Obverse : Sebagian S tidaklah tidak P
Contoh: Sebagian manusia adalah bijaksana
Sebagian manusia tidaklah tidak bijaksana

d) Obversi “O” : Obversi “O” adalah “I”
Obvertend : Sebagian S adalah P
Obverse : Sebagian S adalah tidak P
Contoh: Sebagian manusia adalah tidaklah sakit
Sebagian manusia adalah tidak sakit.
Berdasarkan penjelasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa dengan obversi maka: (1) “A” memberikan “E”; (2) “E” mmberikan “A”; (3) “I” memberikan “O”; dan (4) “O” memberikan “I”.

3) Kontraposisi
Kontraposisi merupakan sejenis konklusi secara langsung dengan cara menarik konklusi dari satu proposisi dengan S kontradiktoris dari P yang diberikan. Konklusi dalam kontraposisi disebut kontrapositif, sedangkan untuk proposisi yang diberikan tidak ada istilah yang digunakan.
Prinsip-prinsip yang berlaku untuk menarik konklusi dengan kontraposisi.
(1) S konklusi adalah kontradiktori P yang diberikan
(2) P konklusi adalah S proposisi yang diberikan
(3) Kualitasnya berubah
(4) Tidak ada term yang tersebar dalam konklusi jika tersebar juga dalam premis. Jika penyebaran yang salah tidak terjadi, maka kuantitas konklusi sama dengan kuantitas premis, sedangkan jika ada kemungkinan untuk penyebaran yang sama, amaka konklusi menjadi khusus meskipun premis universal.
Kontraposisi merupakan bentuk majemuk dari penarikan konklusi secara langsung yang mencakup obversi dan konversi. Dengan ringkas dapat dikatakan bahwa prinsip kontraposisi yaitu mula-mula diobservasikan kemudian diconversikan.

a) Kontraposisi “A”
Proposisi “A” jika diobservasikan menjadi “E”, dan
“E” jika dikonversikan menjadi “E” pula.
“A” -- Semua S adalah P
“E” -- Tidak satu pun S adalah tidak P
“E” -- Tidak satu pun tidak P adalah S

b) Kontraposisi “E”
Proposisi “E” jika diobservaikan menjadi “A” dan
“A” kalau dikonversikan menjadi “I”
“A” -- Tidak satu pun S adalah P
“E” -- Semua S adalah tidak P
“E” -- sebagian tidak P adalah S

c) Kontraposisi “O”
Dalam hal ini, proposisi yang diberikan bersifat universal sedangkan kontrapositfnya adalah khusus. Oleh karena itu, jika kita menarik konklusi dalam bentuk proposisi universal, maka S “tidak P” akan tersebar, sementara itu dalam premis kedua tidak tersebar. Proposisi “I” jika diobservasikan menjadi “O” dan proposisi “O” tidak dapat dikonversikan. Proposisi “O” diobservasikan menjadi “I”, dan “I” jika dikonversikan menjadi “I” lagi. Jadi, kontraposisi “O” adalah “I”.
“O” -- Sebagian S tidaklah P
“E” -- Sebagian S tidak P
“E” -- Sebagian tidak P adalah S
Berdasarkan penjelasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa dengan kontraposisi, (1) “A” menjadi “E”; (2) “E” menjadi “I”; (3) “O” menjadi “I” ; dan (4) “I” tidaklah ada kontraposisinya.

4) Inversi
Inversi merupakan sejenis penarikan konklusi secara langsung dengan S pada konklusi kontraktori dari S proposisi yang diberikan. Proposisi yang diberikan itu disebut invertend sedangkan konklusinya disebut inverse.
Terdapat dua jenis inversi yaitu inversi penuh dan inversi sebagian. Inversi penuh adalah inversi Pinversenya merupakan kontraktori dari P proposisi invertend. Inversi sebagian adalah inversi yang P inversenya sama dengan P invertendnya.
Prinsip-prinsip yang ada dalam inversi sebagai berikut.
(1) S inverse adalah kontraktori S invertendnya.
(2) Dalam inversi sebagian P inverse sama dengan P invertendnya, sedangkan dalam inversi penuh P inverse adalah kontraktori dari P invertend.
(3) Kualitas invertend universal dan kuantitas inverse khusus. Jadi, hanya proposisi-proposisi universal yang dapat diinversikan.
(4) Dalam inversi penuh kualitas inverse sama dengan kualitas invertend, sedangkan dalam inversi sebagian kualitas inverse berbeda dari kualitas invertend
Inversi merupakan bentuk majemuk penarikan konklusi secara langsung yang mencakup obversi dan conversi, namun, inversi berbeda dengan kontraposisi, dalam inversi tidak ada urutan tertentu tenatng penggunaan obverse dan inversi. Tujuan utama inversi untuk mendapatkan konklusi yang merupakan kontraktori dari S proposisi yang diberikan. Dengan demikian, kita akan dapat menarik konklusi dengan conversi dan observasi secara terus-menerus sampai akhirnya menemukan konklusi yang dikehendaki. Namun, apabila penarikan itu dimulai dengan observasi ternyata tidak dapat diteruskan, maka kita harus menghentikannya dan mulai lagi dengan conversi.

a) Inversi “A”
Invertend “A” : Semua S adalah P
Observe (1) “E” : Tidak satu pun S adalah tidak P
Converse (2) “E” : Tidak satu pun tidak P adalah S
Observe (3) “A” : Semua tidak P adalah tidak S
Conserve (4) “I” : Sebagian tidak S adalah tidak P (inversi lengkap)
Observe (5) “O” : Sebagian tidak S adalah tidak P (inversi sebagian)
Jika kita memulainya dengan conversi maka kita akan terhenti sebelum hasil. Hal itu disebabkan “O” tidak dapat dikonversikan. Perhatikan contoh berikut.
Invertend “A” : Semua S adalah P
Inverse “I” : Sebagian P adalah S
Observe “O” : Sebagian P tidaklah tidak S (terhenti tidak dapat dilanjutkan)
Keterhentian itu disebabkan “O” tidak dapat diconversikan sebelum emenemukan hasil. “A” menjadi “I” dengan inversi penuh dan menjadi 0 dengan inversi sebagian.

b) Inversi “E”
Invertend “E” : Tidak satu pun S adalah tidak P
Converse (1) “E” : Tidak satu pun tidak P adalah S
Observe (2) “E” : Semua P adalah tidak S
Conserve (3) “A” : Sebagian tidak S adalah P (inversi sebagian)
Observe (4) “I” : Sebagian tidak S tidaklah tidak P (inversi lengkap)
Karena itulah “E” memberikan “O” dengan inversi penuh dan menberikan “I” dengan inversi sebagian. Namun, jika untuk pertama kali kita memulai dengan obversi, maka proses inversi tidak akan dapat berlanjut karena akan “mandeg” pada “O”. Perhatikan!
Invertend “E” : Tidak satu pun S adalah P
Observe (1) “A” : Semua S adalah tidak P
Converse (2) “I” : Sebagian tidak P adalah S
Observe (3) “O” : Sebagian tidak P adalah tidaklah tidak S
(Karena O tiak dapat diconversikan, maka inversi ini terhenti).

c) Inversi “I”
Invertend “I” : Sebagian S adalah P
Observe (1) “I” : Sebagian P adalah S
Converse (2) “O” : Sebagian P tidaklah S
(“O” tidak dapat diconversikan, maka inversi ini harus dihentikan dahulu dan kita mencoba lagi dengan obverse)
Invertend “I” : Sebagian S tidaklah P
Observe (1) “O” : Sebagian S tidaklah adalah P
(Di sini pun terhenti karena “O”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kita tidak dapat menginversikan “I”)

d) Inversi “O”
Invertend “O” : Sebagian S tidaklah P
Observe (1) “I” : Sebagian S adalah tidak P
Converse (2) “I” : Sebagian tidak P adalah S
Conserve (3) “O” : Sebagian tidak P tidaklah tidak P
Terlihat bahwa proposisi “O” ini pun tidak dapat diconversikan. Oleh karena itu, sebaiknya kita mencoba pertama-tama dengan conversi.
Invertend “O” : sebagian S adalah tidak P
Ternyata proposisi “O” inipun tidak dapat diconversikan. Oleh karena itu proses deduksi ini harus dihentikan. Hasilnya, proposisi “O” ini tidak dapat diinversikan.
Berdasarkan pemaparan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa dengan inversi penuh (1) “A” memberikan “I” , dan “(2) “E” memberikan “O” ; sedangkan dengan inversi sebagian (1) “A” memberikan “O” , (2) “E” memberikan “I” dan (3) “O” tidak dapat diinversikan.
Berikut ini table yang dibuat Mehra dan Burhan yang memberikan gambaran tentang hasil-hasil penarikan konklusi secara langsung.
5) Oposisi
Istilah oposisi mengandung dua pengertian. Pertama, oposisi digunakan untuk menyatakan hubungan tertentu antara dua proposisi. Kedua, oposisi digunakan untuk menyatakan sejenis penarikan konklusi secara langsung. Pengertian yang pertama oposisi menunjukan hubungan antara empat macam proposisi yang mudah kita kenal yaitu subalternasi, kontradiktori, kontrari dan subkontrari. Pengertian yang kedua oposisi sebagai penarikan konklusi secara langsung berarti penarikan suatu proposisi lainnya dalam bentuk salah satu dari empat gabungan yang dinyatakan di atas. Mehra dan Burhan memaparkan keempatnya satu persatu seperti berikut ini.

1) Oposisi Subalteranasi
Subalterasi merupakan hubungan yang terdapat antara dua proposisi yang S dan P-nya sama tetapi kuantitasnya berbeda yakni hubungan antara “A” dan “I” serta “E” dan “O”.
Berikut ini merupakan prinsip-prinsip subalteranasi
(1) Kebenaran pada proposisi universal berarti kebenaran pula pada proposisi khusus yang bersesuaian dengannya, tetapi kebalikannya tidak berlaku.
(2) Kesalahan pada proposisi khusus berarti kesalahan pula pada proposisi universalnya yang bersesuaian tetapi keblikannya tidak berlaku.
Jika proposisi universal benar, maka proposisi khususnya yang bersesuaian pun benar. Atau, jika “A” benar maka “I” pun benar; dan jika “E” benar, maka “O” pun benar. Misalnya jika pada, “Semua orang adalah berakal; adalah benar, maka, “Sebagian manusia dalah berakal” juga benar. Jika proposisi khusus salah, maka proposisi universalnya yang bersesuaian pun salah. Maknanya, jika “I” salah, maka “A” pun salah dan jika “O” salah, maka “E” pun salah. Contohnya, jika pernyataan, “Sebagian orang adalah berakal” benar, maka pernyataan, “Semua orang adalah berakal” salah.
Sebaliknya, jika proposisi universalnya salah, maka bentuk khususnya yang bersesuaian tidak salah, tetapi diragukan. Misalnya, pada proposisi, “Semua orang adalah bodoh” salah, maka proposisi khusus yang bersesuaian, “Sebagian orang adalah bodoh” mungkin benar mungkin pula salah. Demikian pula dengan “O” dan “E”.

2) Oposisi Kontrari
Oposisi kontrari adalah hubungan dua proposisi universal yang S dan P-nya sama, tetapi berbeda kualitasnya. Jadi hubungan antara “A” dan “E”. Prinsip oposisi ini yaitu kebenaran pada proposisi yang satu, berarti kesalahan pada proposisi yang isinya, namun untuk kebalikannya tidak berlaku.
Jika “A” benar, maka “E” salah; sebaliknya jika “E” benar, maka “A” salah. Misalnya, jika proposisi, “Semua manusia adalah bijaksana”, dinyatakan salah maka proposisi “E” yang menyatakan persesuaiannya, “Tidak seorang pun manusia adalah bijaksana” adalah salah. Jika proposisi “E”, “Tidak seorang pun manusia adalah bijaksana” dinyatakan benar, maka preposisi “A” yang berbunyi, “Semua orang adalah bijaksana” dinyatakan salah.
Kebalikan dari peraturan itu tidak benar. Kesalahan bagi yang satu tidak berarti kesalahan bagi yang lainnya. Oleh karena itu, jika ada proposisi, “Semua manusia adalah bjaksana” dinyatakan salah, maka tidak berarti proposisi, “Tidak seorang pun manusia adalah bijaksana” yang mrupakan hasil persesuaiannya dinyatakan benar. Proposisi “E” di sini diragukan.

3) Oposisi subkontrari
Oposisi subkontrari adalah hubungan antara dua proposisi khusus yang S dan P-nya sama tetapi kualitasnya berbeda. Di sini hbungan antara “I” dan “O”. Prinsipnya yaitu kesalahan pada yang satu berarti kebenaran bagi yang lain, namun sebaliknya tidak berlaku.
Jika “I” salah, maka “O” benar, namun jika ”O” salah maka “I” benar. Misalnya, jika proposisi “I”, sebagian orang adalah bijaksana” dinyatakan salah, maka proposisi “O”, sebagian orang tidaklah bijaksana”, dinyatakan benar. Jika proposisi “O”, “Sebagian orang tidaklah bijaksana”, dinyatakan salah, maka proposisi “I”, sebagian orang adalah bijaksana”, dinyatakan benar.
Kebalikan dari peraturan itu tidak berlaku. Kebenaran pada suatu proposisi tidak berarti kesalahan pada proposisi yang lainnya. Jika proposisi “I”, “Sebagian orang adalah bijaksana” dinyatakan benar, maka proposisi “O” “sebagian orang tidaklah bijaksana” tidak salah, namun diragukan. Demikian pula pada “O” dan “I”.

4) Oposisi Kontradiktori
Oposisi kontradiktori adalah hubungan antara dua proposisi yang S dan P-nya sama tetapi berbeda kualitas dan kuantitasnya. Yang dimaksud di sini adalah hubungan antara proposisi “A” dengan “E” dan “I” dengan “E”. Prinsipnya aalah kebenaran bagi yang satu berarti kesalahan bagi yang lannya, dan sebaliknya.
Prinsip ini menyatakan bahwa dua proposisi yang kontradiktori jika satu benar, maka yang lainnya salah; dan jika yang satu salah maka yang lainnya benar. Dengan perkataan lain, keduanya tidak dapat sekaligus salah atau benar. Karena itu dapat dikatakan bahwa oposisi kontradiktori ini merupakan bentuk oposisi yang sempurna dalam logika.

Sekian penjelasan dari saya, semoga bermanfaat.

Wassalamu’allaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

SUMBER:
http://sitompulke17.blogspot.com/2010/05/proposisi.html
http://gangsarnovianto.blogspot.com/2011/05/evidensi.html
http://pbsindonesia.fkip-uninus.org/media.php?module=detailmateri&id=51

Tidak ada komentar:

Posting Komentar